0

Putusan MK No. 132/PUU-XXII/2025: Tenggat Waktu Gugatan PHK Kini Lebih Jelas dan Pasti

Sengketa ketenagakerjaan, khususnya yang berkaitan dengan pemutusan hubungan kerja (PHK), merupakan salah satu isu paling sering muncul dalam praktik hubungan industrial. Dalam banyak kasus, pekerja atau buruh menghadapi kendala administratif ketika hendak mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), salah satunya terkait batas waktu (tenggang waktu) pengajuan gugatan.

Sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 132/PUU-XXII/2025, ketentuan mengenai tenggat waktu tersebut diatur dalam Penjelasan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI). Penjelasan pasal 82 UU 2/2024 menjelaskan bahwa:

“Gugatan oleh pekerja/buruh atas pemutusan hubungan kerja dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal pemutusan hubungan kerja.”

Ketentuan tersebut diperkuat melalui Putusan MK No. 94/PUU-XXI/2023, yang menegaskan keberlakuan jangka waktu satu tahun tersebut. Namun, penerapan ketentuan ini menimbulkan sejumlah persoalan di lapangan.

Banyak pekerja atau buruh yang tidak segera mengajukan gugatan ke PHI karena suatu kondisi tertnentu aproses mediasi atau konsiliasi di Dinas Ketenagakerjaan sering memakan waktu lama. Akibatnya, ketika proses non-litigasi belum selesai namun sudah melewati tenggang waktu satu tahun sejak tanggal PHK, gugatan mereka ditolak karena dianggap lewat waktu (daluarsa).

Kondisi inilah yang dianggap tidak memberikan kepastian hukum yang adil bagi pekerja, karena hak mereka untuk memperoleh penyelesaian melalui jalur hukum menjadi terhambat oleh faktor administratif di luar kendali mereka sendiri.

Atas dasar inilah kemudian diajukan permohonan pengujian konstitusional (judicial review) terhadap Penjelasan Pasal 82 UU No. 2 Tahun 2004 ke Mahkamah Konstitusi, yang kemudian diputus pada 17 September 2025.

Isi Pokok Putusan

Dalam putusan yang dibacakan pada 17 September 2025, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian dan menyatakan bahwa:

  • Penjelasan Pasal 82 UU No. 2 Tahun 2004 tentang PPHI tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa gugatan oleh pekerja/buruh atas PHK dapat diajukan dalam waktu satu (1) tahun sejak tidak tercapainya kesepakatan perundingan mediasi atau konsiliasi.
PeriodeBunyi Pasal 82 UU PHIMekanisme  Penghitungan Tenggat WaktuDampak pada Pekerja/Buruh
Sebelum Putusan MK No. 132/PUU-XXII/2025“Gugatan oleh pekerja/buruh atas pemutusan hubungan kerja […] dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 1 (satu) tahun sejak diterimanya keputusan dari pengusaha.” ​Satu tahun sejak menerima atau diberitahu keputusan PHK dari pengusahaGugatan kedaluwarsa jika tidak diajukan dalam masa ini
Setelah Putusan MK No. 132/PUU-XXII/2025Makna baru: “Gugatan oleh pekerja/buruh atas PHK dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 1 tahun sejak tidak tercapainya kesepakatan mediasi/konsiliasi.” ​Satu tahun dihitung setelah proses mediasi atau konsiliasi gagal mencapai kesepakatanMemberikan waktu lebih panjang, hak pekerja lebih terjaga

Artinya, MK menegaskan bahwa tenggat waktu satu tahun baru mulai dihitung setelah proses mediasi atau konsiliasi dinyatakan gagal, bukan sejak tanggal PHK itu sendiri.

Implikasi Hukum Putusan MK.

Putusan ini membawa sejumlah konsekuensi penting dalam praktik hubungan industrial di Indonesia antara lain :

  1. Perlindungan hak pekerja lebih kuat

Pekerja memiliki waktu yang cukup untuk menempuh mekanisme penyelesaian sengketa secara damai (mediasi/konsiliasi) sebelum harus mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).

  • Kepastian hukum bagi kedua belah pihak

Baik pekerja maupun pengusaha kini memiliki acuan yang jelas mengenai awal perhitungan tenggat waktu untuk mengajukan gugatan.

  • Mendorong penyelesaian  melalui jalur non-litigasi

Putusan ini sejalan dengan semangat UU PPHI, yang menempatkan mediasi dan konsiliasi sebagai prioritas utama sebelum perkara masuk ke ranah litigasi.

Said Law Office menilai putusan ini sebagai langkah progresif Mahkamah Konstitusi dalam memperkuat asas keadilan substantif dan perlindungan hukum bagi pekerja.

Putusan tersebut sekaligus memperbaiki ketidakpastian hukum yang sebelumnya terjadi akibat beragam penafsiran terhadap tenggat waktu pengajuan gugatan PHK. Dengan demikian, pekerja tidak lagi dirugikan hanya karena proses mediasi memakan waktu lama, sementara pengusaha juga tetap memperoleh kepastian waktu penyelesaian sengketa.

Putusan MK No. 132/PUU-XXII/2025 menjadi tonggak penting dalam hukum ketenagakerjaan Indonesia. Dengan menegaskan bahwa batas waktu pengajuan gugatan PHK dihitung sejak berakhirnya proses mediasi atau konsiliasi, Mahkamah Konstitusi telah menghadirkan keseimbangan antara kepastian hukum dan perlindungan hak asasi pekerja.

Bagi para pekerja, pengusaha, maupun praktisi hukum, penting untuk memahami implikasi putusan ini agar setiap langkah penyelesaian sengketa hubungan industrial dapat dilakukan secara tertib, sah, dan sesuai koridor hukum.

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published. Required fields are marked *